Air Mata Rimba Tua

2 menit membaca
Ernita Desyanti
Headline, Opini & Artikel - 01 Des 2025

Oleh : Ernita Desyanti

—————-“✐ᝰ

Terhampar luas, hijau nan lebat,
Dulu kami sebut Benteng Penahan,
Menjaga desa dari mara jahat,
Peredam badai dan derasnya hujan.
Namun kini sunyi, pohonnya rebah,
Tinggal jeritan dan duka yang pecah.

Suara mesin menderu bak badai berputar,

Berderak langkah kaki yang tak terhitung,
Membawa besi, menggubah hutan jadi pudar,
Hanya menyisakan akar yang tergantung.
Demi rupiah dan harta yang menjanjikan
Melupakan anak cucu di masa depan.

Gergaji tajam mendesis, bernyanyi,
Lagu serakah di pagi yang buta,
Setiap tebangan adalah janji,
Tuk datangkan bencana dan lara.
Kini lumpur cokelat turun merangkak,
Menciumi rumah, merenggut nyawa.

Langit pun kini terasa asing,
Hujan yang jatuh bukan lagi rahmat,
Ia membawa beban yang genting,
Dari bukit yang tak lagi terawat.
Air yang seharusnya mengalir tenang,
Menjadi amukan, menghapus kenangan.

Sungai yang dulu tempat bermanja,
Menghidupi sawah, membasahi desa,
Kini dipenuhi potongan kayu dan baja,
Menjadi jalur kematian yang tersisa.
Nadi kehidupan kini seolah terputus,
Digantikan tangis yang tak terhapus.

Di sisa reruntuhan, kami berdiri,
Membawa trauma yang tak terobati,
Melihat alam yang seharusnya melindungi,
Kini menjadi hantu yang terus membayangi
Anak-anak tumbuh dalam masa ketakutan,
Hilang rasa aman di setiap pelukan.

Wajah-wajah kecil menatap ke langit,
Mencari awan dengan rasa cemas,
Takut hujan datang membawa pahit,
Menyapu sisa-sisa harapan yang tipis.
Eco-anxiety menghantui setiap jiwa,
Kehilangan masa depan yang ceria.

Kami tahu, ini bukan takdir,
Ini adalah harga dari kesalahan,
Saat kami biarkan hutan terukir,
Oleh tangan yang tak kenal kasihan.
Duka ini adalah bayaran lunas,
Untuk setiap janji yang tak tuntas.

Wahai perusak, dengarkan seruan kami,
Kami yang mewarisi tanah yang terluka,
Mari hentikan laju kehancuran bumi,
Tinggalkan hutan yang kini tak berdaya.
Bersama menanam, kita rawat yang sisa,
Agar alam kembali laksana bunda.

Meski rimba tua telah menangis,
Kita genggam benih, janji kehidupan,
Dalam setiap tunas yang merayap tipis,
Ada harapan dan juga pembelajaran.
Lindungi Alam, itu harusnya pasti terjadi
Untuk kedamaian jiwa dan sanubari.

—————-“
ᴾᵃᵈᵃⁿᵍ~ᴰᵉˢᵉᵐᵇᵉʳ ²⁰²⁵

Bagikan Disalin

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *